Asuransi dalam Pandangan Majlis Tarjih Muhammadiyah
asuransi pada saat sekarang ini dapat dikatakan telah menjadi
sebuah bentuk keharusan. Karena asuransi dengan berbagai macam bentuknya telah
merambah berbagai segi kehidupan manusia, baik itu disektor perdagangan,
industri, pertanian, maupun disektor-sektor ekonomi dan non ekonomi yang lain
seperti transportasi, tempat tinggal dan jiwa. Balikan dalam hal-hal tertentu, ketentuan penggunaan
asuransi ini sudah merupakan aturan baku yang telah ditetapkan melalui
undang-undang.[1]
Sehingga sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui apa dan bagaimana
sebenarnya asuransi itu ditinjau dari sudut pandang syariah. Dalam makalah ini
kami akan membahas sedikit tentang apa itu asuransi serta bagian-bagian yang
ada didalamnya.
Menurut Pasal 246 KUHD Republik Indonesia: Asuransi atau
pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberi
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu
peristiwa yang tidak tertentu.[2]
Dari rumusan itu dapat dipahami bahwa dalam asuransi terlihat atau terdapat dua
pihak, yaitu penanggung dan tertanggung. Pihak pertama biasanya berwujud
lembaga atau perusahaan asuransi, sedangkan pihak kedua adalah orang yang akan
menggunakan jasa asuransi tersebut. Sebagai kontra prestasi dari pertanggungan
ini pihak tertanggung diwajibkan membayar uang premi kepada pihak penanggung.
Ada berbagai macam bentuk asuransi, diantaranya asuransi kerugian
dan asuransi jiwa. Asuransi kerugian berhubungan dengan resiko-resiko yang
selain terdapat pada jiwa, contohnya seperti asuransi kebakaran, kecelakaan
kerja dan lain-lain. Kongkritnya, pertanggungan dalam asuransi ini ialah benda
atau barang yang dapat dinilai dengan uang. Sedangkan asuransi jiwa ialah asuransi
dimana yang dipertanggungkan didalamnya adalah kerugian-kerugian ekonomi atau
keuangan sebagai akibat hilangnya jiwa atau karena usia lanjut. Yang disebut
terkhir ini mencakup juga asuransi sosial yang bertujuan untuk menjamin anggota
keluarga, jika kepala keluarga meninggal dunia, atau bertujuan menabung yang
hasilnya akan diambil setelah orang itu tidak ada atau telah berusia lanjut.[3]
Disadari
oleh Muhammadiyah bahwa asuransi merupakan bentuk muamalah yang baru, Karena
itu masalahnya menjadi mas’alat ijtihadiyat. Memang asuransi baru
dikenal didunia timur pada abad ke-19 Masehi.[4]
Pengkajian terhadap masalah ini harus seksama dan menggunakan penalaran yang
sehat, dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip yang termaktub dalam Al-Quran
dan Hadits. Dalam membahas masalah ini berbagai metode ijtihad perlu digunakan.
Ijtihad sendiri secara etimologi diambil dari kata dasar (mujarrad)-nya al-jahd
atau al-juhd yang berarti al-masyaqqah yaitu kepayahan,
kesulitan atau kesungguhan.[5]
Menurut Ibn Manzur, bahwa al-ijtihad atau at-tahajud berarti
mencurahkan kesanggupan dan kesungguhan yang mengikuti wazan al-ifti’al dari
kata dasarnya al-juhd, yaitu kemampuan.
Dari
pengertian etimologi diatas, tampak ada dua unsur pokok dalam ijtihad: pertama,
daya atau kemampuan. Kedua, objek
yang sulit dan berat. Daya atau kemampuan disini dapat diaplikasikan secara
umum, meliputi daya fisisk material, mental spiritual dan nalar intelektual.[6]
Ijtihad sebagai terminologi keilmuan dalam Islam, lebih bertumpu pada aktivitas
nalar-intelektual, maka pengertian ijtihad lebih banyak mengacu kepada
pengerahan kemampuan nalar-intelektual dalam memecahkan berbagai bentuk
kesulitan yang dihadapi, baik yang dihadapi oleh individu atau umat secara
menyeluruh.[7]
Fungsi
utama ijtihad adalah mengistimbatkan (mencari, menggali, dan menemukan) hukum
syara’ yang belum tertera di dalam Al-Quran dan Hadits. Ijtihad menjadi tujuan
bagi pembaharuan dalam pemikiran Islam, yang menimbulkan liberalism, yaitu
keinginan melepaskan diri dari ikatan mazhab, karena tidak sanggup menghadapi
perubahan.[8]
Pelaksanaan ijtihad merupakan upaya pembumian ajaran Islam, dari nash yang
normatif-teoritis kedalam tataran empiris-praktis yang siap pakai. Disisi lain,
ijtihad merupakan upaya mencari relevansi pemberlakuan hukum Islam sesuai
dengan substansi dasarnya, dalam kehidupan manusia yang selalu mengalami
perubahan. Melalui ijtihad, hukum Islam akan selalu up to date dan
fungsional dalam kehidupan pribadi dan sosial.
Dalam
masalah asuransi ini muhammadiyah berpendapat, bahwa asuransi itu hukumnya
mubah, apabila asuransi itu bersifat sosial. Hadits Nabi Muhammad SAW: Diriwayatkan
oleh Abu Hurairah r.a, dia berkata : Berselisih dua orang wanita dari
suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu ke wanita yang
lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut bersama janin yang
dikandungnya. Maka, ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut
mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah SAW, maka Rasulullah
SAW. memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin tersebut dengan
pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi
kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh
aqilahnya (kerabat dari orang tua laki-laki). (HR. Bukhari). Sedangkan
asuransi yang mengandung unsur riba, judi dan penipuan hukumnya haram.[9]
Pada
Muktamar Tarjih Muhammadiyah di Malang tahun 1989, muhammadiyah memutuskan
mengharamkan asuransi yang mengandung unsur gharar, maisir, dan riba. Adapun
unsur riba yang terdapat dalam asuransi, menurut muhammadiyah, adalah adanya
kelebihan penerimaan jumlah santunan daripada premi yang dibayarkan. Sedangkan
unsur judi yang terdapat didalam asuransi, menurut pengamatannya, ialah adanya
sifat untung-untungan bagi tertanggung yang menerima jumlah tanggungan yang
lebih besar daripada premi ataupun sebaliknya, penanggung akan menerima
keuntungan, jika dalam masa pertanggungan tidak terjadi peristiwa yang telah
ditentukan dalam perjanjian. Sementara itu yang termasuk kedalam unsur
penipuan, menurutnya, adalah adanya ketidakpastian apa yang akan diperoleh si
tertanggung sebagai akibat dari apa yang belum tentu terjadi. Dengan demikian
muhammadiyah tidak mengharamkan asuransi secara mutlak dan tidak pula
menghalalkan secara mutlak.
Apakah
asuransi jiwa identik dengan judi? Nampaknya muhammadiyah tidak menetapkan
secara tegas tentang ada atau tidaknya unsur judi dalam asuransi. Diakui oleh
muhammadiyah, dilihat dari segi perolehan uang jaminan yang jumlahnya lebih
besar dibandingkan dengan premi yang telah diberikan tertanggung, memang hampir
sama dengan taruhan dalam perjudian. Akan tetapi, menurut pandangan
muhammadiyah terdapat perbedaan yang mendasar diantara keduanya. Dalam judi,
penjudi itu selalu mengharap keuntungan dan menang dalam taruhannya, sedang
dalam asuransi, pemegang polis tidak ingin memperoleh sejumlah uang dengan
dengan memikul resiko mati atau peristiwa yang merugikan orang lain. Kemudian,
dalam judi biasanya akan timbul rasa permusuhan dan kebencian antar sesama
penjudi atau antara penjudi dengan bandarnya, sedangkan dalam asuransi,
khususnya asuransi jiwa, tidak terdapat unsur tersebut. Bahkan asuransi
biasanya membawa kepada ketentraman bagi para pemegang polis. Berikut tabel
beberapa perbedaan asuransi dengan judi, antara lain:
Asuransi
|
Judi
|
1. Bertujuan
mengurangi risiko yang sudah ada.
2. Bersifat
sosial terhadap masyarakat, dapat memberikan keuntungan-keuntungan tertentu
kepada
masyarakat.
3. Besarnya
risiko dapat diketahui dan dapat diukur kemungkinan besarnya.
4. Kontraknya
tertulis dan mengikuti kedua belah pihak.
|
1. Risiko
semula belum ada dan baru muncul sesudah orang ikut berjudi.
2. Bersifat
“tidak sosial”, bisa mengacaukan rumah tangga atau masyarakat.
3. Besarnya
risiko tidak dapat diketahui dan tidak dapat diukur kemungkinannya.
4. Kontrak
tidak tertulis dan realisasinya tergantung itikad baik masing-masing pihak
yang terlibat.
|
Jadi, Mengenai adanya unsur riba dalam
asuransi jiwa, muhammadiyah memandang pada kelebihan penerimaan jumlah santunan
daripada pembayaran premi, baik yang diterima langsung oleh tertanggung maupun
oleh ahli warisnya. Bahkan organisasi ini menegaskan, bahwa mengambil sesuatu
yang mashlahat sangat dianjurkan dalam Islam, sehingga akan
menghindarkan dari kemadaratan. Maka dari itu, hendaknya kita tidak terburu-buru
mengambil suatu keputusan selama dalam hal tersebut masih memilki nilai manfaat
bagi orang lain. Karena pada hakikatnya fiqh sendiri mengajarkan kita untuk
bersifat humanis. Sedangkan dalam masalah halal ataupun haram itu
sendiri, hendaknya kita sebagai konsumen lebih cermat dalam memilih atau
menggunakan suatu produk agar dalam pemanfaatannya pun tidak salah dan akan
lebih optimal serta bermanfaat untuk kehidupan dimasa yang akan datang.
Daftar Pustaka:
Djamil
Fathurrahman. 1995. Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah. Jakarta:
Logos Publishing House.
Haerisma
Alvien Septian. 2010. “Mendesain Nilai Syariah dalam Asuransi”.
Hasyim
Muh. Fathoni. 2013. Pemikiran Hukum Islam Imam Al-Bukhari. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Munawwir A.W. 1997. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap.
Surabaya: Pustaka Progresif.
Rusli Nasrun. 1999. Konsep Ijtihad asy-Syaukani. Jakarta:
Logos Wacana Ilmu.
Sodikin Ali. 2012. fiqh ushul fiqh Sejarah, Metodologi, dan
Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta: Beranda Publishing.
[1]
Alvien Septian Haerisma, “Mendesain Nilai Syariah dalam Asuransi”, 2010. hlm 2-3.
[2]
Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
[3]
Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah,
(Jakarta: Logos Publishing House, 1995), hlm 133.
[4]
Masyfuk Zuhdi, op. cit., hlm 126, sebagaimana dikutip, Fathurrahman Djamil, Metode
Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah, (Jakarta: Logos Publishing House,
1995), hlm 134.
[5]
A.w. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, cet. 14
(Surabaya: Pustaka Progresif,1997), hlm 26.
[6]
Muh. Fathoni Hasyim, Pemikiran Hukum Islam Imam Al-Bukhari (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013), hlm 64.
[7]
Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad asy-Syaukani (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999), hlm 74-75.
[8] Ali
Sodikin, fiqh ushul fiqh Sejarah, Metodologi, dan Implementasinya di
Indonesia (Yogyakarta: Beranda Publishing, 2012), hlm 89.
[9]
Berita Resmi Muhammadiyah Nomor Khusus, hlm 45, sebagaimana dikutip,
Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah,
(Jakarta: Logos Publishing House, 1995), hlm 1
Titanium Mountain bikes | Tireless Bike Parts for
BalasHapusTitanium Mountain citizen titanium watch bikes. womens titanium wedding bands TITICYMA-BKRYZR a new titanium rods bike, TITIAN RARELY ti89 titanium calculators BAKER, is a brand new and titanium belly rings highly stylish bike.
l602n2dyvfv765 Wand Massagers,dual stimulator,g-spot dildos,cheap sex dolls,horse dildo,sex doll,male masturbator,vibrators,dual stimulator i049t4bekkl147
BalasHapusb753j4lmbdz649 vibrators,dog dildo,dildo,sex chair,dog dildos,anal sex toys,Discreet Vibrators,penis sleeves,vibrators i058p2raybk284
BalasHapus